Manusia purba yang ada di Indonesia, apa saja ya

image source : vector stock

Sejarah manusia jika dibandingkan dengan sejarah bumi, yaitu tempat tinggal kita saat ini jelas peradaban manusia bisa dikatakan masih begitu muda dan baru. Peradaban manusia dimulai dari yang paling sederhana yaitu zaman purba, mulai dari kehidupan paling primitif yakni berburu atau mengambil langsung dari tanaman, berkembang menjadi mampu bercocok tanam, meramu, hingga mengembangkan budaya yang kemudian menjadi seperti saat ini. Manusia purba sendiri memiliki beberapa klasifikasi, lantas apa sajakah fosil manusia purba yang pernah ditemukan di Indonesia, yuk kita cek.

Manusia purba Indonesia

Membahas soal manusia purba, ternyata Indonesia jika dibandingkan dengan negara – negara lain yang ada didunia cukup spesial lo. Hal ini dikarenakan di negara Indonesia terdapat 8 jenis fosil manusia purba yang berbeda – beda bahkan memiliki ciri khas masing – masing, dimulai dari Meganthropus Paleojavanicus, Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Soloensis, Homo Wajakensis, Homo Floresiensis, Homo Soloensis dan Homo Sapiens. Setelah mengetahui beberapa nama – nama manusia purba yang ada di Indonesia, yuk kita pelajari satu persatu apa saja yang membedakan diantara mereka semua.

Meganthropus Paleojavanicus

Nama Meganthropus Paleojavanicus secara bahasa dapat diartikan sebagai ‘Manusia besar tertua dari jawa’ wow, begitu luar biasa. Fosil manusia purba ini ditemukan oleh G. H. R. von Koenigswald ketika masa pemerintahan Hindia Belanda, yaitu tahun 1936 – 1941. Selain sebagai manusia purba tertua dari jawa Meganthropus Paleojavanicus juga memiliki ciri khas lain, diantaranya adalah :

·     Memiliki tengkorak kepala yang lebih menonjol kebelakang

·    Kening mereka ternyata lebih menjorok kedepan jika dibandingkan manusia modern saat ini

·   Serta tulang pipi yang begitu tebal, ya ini tentu saja dikarenakan mereka yang masih memakan makanan yang belum diolah(belum menemukan cara meramu/memasak makanan)

·     Kemudian rahang mereka juga besar dan tegas

·   Tinggi manusia purba ini ternyata melebihi rata – rata manusia modern loh, tinggi bisa mencapai 2,5 meter

·    Salah satu yang paling membedakan dari manusia modern adalah mereka tidak memiliki tulang dagu.

Pithecanthropus Mojokertensis

Setelah membahas mengenai Meganthropus Paleojavanicus, selanjutnya kita akan belajar tentang Pithecanthropus Mojokertensis. Wah agak sulit ya pengucapannya, iya karena memang penamaan manusia purba ini diambil dari bahasa Yunani, yaitu Fithkos dan Anthropus yang artinya adalah manusia kera, sedangkan untuk Mojokertensis diambil dari lokasi ditemukannya fosil manusia purba tersebut, yaitu di daerah Mojokerto, fosil manusia purba jenis ini ditemukan pada tahun 1936 yang artinya pada masa pemerintahan Hindia - Belanda. Ciri – ciri yang menonjol dari manusia purba jenis ini adalah mereka memiliki tinggi kurang lebih seperti manusia modern saat ini ya, yaitu berkisar antara 165 – 180 cm, memiliki struktur wajah dengan kening yang menonjol, kemudian tidak adanya tulang dagu seperti manusia modern, akan tetapi mereka memiliki alat pengunyah yang sangat kuat. untuk penemu fosil Pithecanthropus Mojokertensis ini adalah Von Koenigswald, yaitu seorang Paleontolog dan Geolog yang memiliki kebangsaan Jerman – Belanda, beliau adalah spesialis penelitian Hominin.

Pithecanthropus Erectus

Wah namanya mirip – mirip ya, jadi memang manusia purba jenis ini masih dalam satu kategori/klasifikasi dengan Pithecantropus Mojokertensis, akan tetapi dalam hal ini diberi nama Erectus yang artinya adalah berjalan tegak, jadi manusia purba jenis ini memiliki ciri yang sama dengan Pithecantropus Mojokertensis akan tetapi berjalan tegak, tidak memiliki dagu, hidung yang lebar dan rahang mereka menonjol ke depan. penemu fosil ini sendiri adalah Eugene Dubois pada tahun 1891, di Lembah Bengawan Solo, Jawa Tengah.

Pithecanthropus Soloensis

Nah, berikut ini juga masih dalam satu kategori akan tetapi dengan lokasi penemuan yang berbeda, Pithecanthropus Soloensis ini ditemukan pada tahun 1931 tepatnya di Desa Ngandong, Jawa tengah. Ciri – ciri yang menonjol dari manusia purba ini adalah tulang tengkorak mereka yang lonjong, struktur tulang yang kuat dan tebal, rongga mata mereka juga umumnya sangat panjang.

Homo

Homo adalah manusia purba dalam kategori yang ketiga, namun jenis ini cenderung sudah lebih berkembang dibandingkan dengan jenis sebelumnya, hal ini dikarenakan Homo sendiri adalah sudah berarti Manusia, bukan manusia kera. Untuk yang pertama ada Homo Wajakensis, manusia purba yang berasal dari desa wajak, jawa timur, fosil ini ditemukan oleh Van Rietschoten pada tahun 1889. Selanjutnya ada Homo Floresiensis, ya tebakan kalian benar, fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Flores, Nusa Tenggara, dosil ini juga seringkali mendapatkan sebutan Hobbit, dikarenakan tinggi manusia purba jenis ini diperkirakan berkisar 1 meter saja, dan fosil ini juga masih baru – baru saja ditemukan pada tahun 2002 oleh Peter Brown. Kemudian ada juga Homo Soloensis, lagi – lagi dari daerah solo ya, dan fosil ini ditemukan oleh orang yang sama pada penemuan Pithecanthropus, yaitu Von Keoenigswald, pada tahun 1931. Lalu yang terakhir adalah manusia jenis Homo Sapiens, artinya adalah manusia cerdas, dan fosil manusia purba ini juga ditemukan oleh Von Koenigswald.

Lantas apa yang membedakan antara manusia purba jenis Pithecanthropus dengan Homo, berikut adalah ciri – ciri dari manusia purba jenis Homo, antara lain

·     Mereka ini memiliki volume otak yang lebih besar, untuk Homo Wajakensis memiliki volume kisaran 1630 cc, kemudian memiliki tinggi seperti manusia masa kini, yaitu 1,7 – 2m

·       Kemudian mereka juga memiliki ciri fisik antara lain adalah berat badan mereka yang cukup berat dibandingkan manusia masa kini, yaitu 150kg.

Jadi itulah jenis – jenis fosil manusia purba yang pernah ditemukan di Indonesia ya, akan tetapi manusia purba juga ditemukan di berbagai belahan dunia yang lain, dengan mempelajari sejarahnya diharapkan mampu membuka wawasan pengetahuan yang lebih luas.

Komentar